free page hit counter
Sogokan dalam Islam
Bagaimana hukum sogokan dalam Islam? | goodscoop.id

Harus “Nyogok” Supaya Urusan Lancar, Gimana Hukumnya?

Artikel diperbarui pada 29 November 2022.

Business people sending documents under the table Premium Photo
Dipaksa nyogok, gimana reaksi yang tepat? | @rawpixel.com – freepik.com

Kejujuran dan amanah adalah sesuatu yang bernilai mahal dan layak dipertahankan. Nilai-nilai jujur bukan hanya pada ucapan dan janji-janji yang ditepati, tapi juga jujur dalam akad dan amanah yang diemban.

Seorang pekerja yang sudah mendapatkan gaji atau bayaran dari tugas yang diembankan kepadanya maka dilarang mengambil upah tambahan yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut.

Ketentuan Gratifikasi

Dalam ranah EBEK (Etika Bisnis Etika Kerja) perbuatan tersebut bernilai gratifikasi. Dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa gratifikasi adalah:

“Dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas tambahan lainnya.”

Kenyataan di lapangan bahwa gratifikasi sudah terlalu mengakar di masyarakat dan dan jajaran pemerintahan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa urusan yang terkait pemerintahan hanya akan lancar jika ada “uang pelicinnya”.

Bahkan sekalipun terpampang banner dan spanduk bertuliskan MENOLAK GRATIFIKASI, JANGAN BERI APAPUN KEPADA PETUGAS, dan tulisan senada tapi tetap saja praktiknya adalah segalanya akan lancar jika ada pelumasnya.

Bahkan urusan tanda tangan di tingkat desa pun dihargai Rp 20.000.

Budaya seperti itu selain termasuk dalam jenis perbuatan korupsi juga termasuk khianat terhadap jabatan dan amanat yang diembannya, khianat kepada rakyat dan khianat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Gratifikasi Adalah Ghulul

Sogok-Halal-Haram
Hukum sogok menyogok dalam Islam. | @kenichiro – freepik.com

Sebagai seorang muslim sangat perlu menanamkan rasa takut kepada Allah sehingga melahirkan sikap amanah dalam bekerja dan jujur dalam akad.

Rasulullah bahkan menekankan bahwa praktik-praktik gratifikasi termasuk jenis ghulul dan haram mempergunakannya:

“Barangsiapa yang kami beri jabatan untuk mengurusi suatu pekerjaan kemudian kami tetapkan gaji untuknya, maka apa yang dia ambil selain dari gaji tersebut adalah ghulul (bentuk pengkhianatan.)” (Abu Daud 2554)

Dari sisi agama dan undang-undang negara, ternyata “nyogok” tidak dibenarkan.

Tapi ternyata menghindari praktik suap dan gratifikasi tidak semudah idealisme yang kamu yakini.

Di lapangan ada kalanya kamu betul-betul dipaksa baik oleh keadaan atau oleh pihak yang berkaitan untuk memberikan uang pelumas.

Sebagai contoh pembuatan KTP yang segera kamu butuhkan tapi harus menunggu berbulan bahkan bertahun-tahun sampai KTP kamu jadi dengan alasan bahwa kartunya habis atau belum datang dari pusat.

Tapi, jika kamu meminta bantuan kepada petugas dengan memberikan imbalan uang maka hanya dibutuhkan waktu dua hari dan KTP kamu akan diantar sampai rumah.

Atau pembuatan surat dan dokumen-dokumen lainnya hampir memiliki motif yang sama.

Suap yang Dihukumi Halal

Jika sampai terjadi hal seperti di atas bagaimana solusi islam dalam memecahkan masalah tersebut selain menekankan untuk selalu bersikap amanah dalam bekerja.

Apakah boleh memberikan “pelicin” karena ada hak yang ditahan atau haram dilakukan?

Pada dasarnya suap dan gratifikasi hukumnya adalah haram baik dari penjelasan Al Quran, Hadits dan kesepakatan ulama serta UU dan aturan negara.

Akan tetapi dalam kondisi tertentu maka syariat islam memberikan sedikit kelonggaran dengan syarat yang ketat bagi pemberi suap dan bukan penerima, yaitu jika tidak ada unsur kedzaliman terhadap orang lain sedikit pun.

Imam Nawawi memberikan penjelasan: “Suap dengan tujuan mendapatkan hak yang menjadi miliknya tidaklah haram sebagaimana uang untuk menebus tawanan.” (Raudhatuth Thalibin 4/131)

Keadaan yang dijelaskan Imam Nawawi sama persis dengan kasus-kasus yang disebutkan di atas, yaitu seseorang tertahan hak KTP yang seharusnya dia dapatkan dengan cepat dan segera, atau kartu dan pembuatan dokumen lain.

Dalam hal ini maka kamu adalah pihak yang didzalimi dan dosa ditanggung oleh pihak yang menarik suap, adapun pihak pemberi suap dihukumi terpaksa melakukan hal tersebut dan dianggap seperti orang yang membayarkan sejumlah uang untuk tebusan.

Jika kamu mengalami keadaan yang memaksamu untuk membayar suap dan sogok, kamu boleh melakukannya jika tidak ada hak orang lain yang terdzalimi dan meyakini dalam hati bahwa perbuatan tersebut asalnya adalah haram.

Semoga bermanfaat.