free page hit counter
Industri Syariah
Ilustrasi. | @elnurfreepik - FREEPIK

Inilah 6 Tantangan Industri Keuangan Syariah RI Menurut Bos OJK

Artikel diperbarui pada 1 November 2022.

Industri Syariah
Ilustrasi. | @elnurfreepik – FREEPIK

Wimboh Santoso, ketua Dewan Komisioner OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mengungkapkan bahwa, ada sekitar enam tantangan utama yang perlu diketahui dalam mengembangkan ekonomi serta keuangan syariah di Indonesia.

Tantangan tersebut perlu diketahui karena pertumbuhan ekonomi serta keuangan syariah di Indonesia masih terbilang cukup besar. Hal ini dapat diketahui dari tingginya pertumbuhan ekonomi syariah tahun 2019 sebesar 5,72%, dengan PDB (Produk Domestik Bruto) nasional saat itu sekitar 5,02%.

Tidak samfrpai disitu saja, industri halal yang ada di Indonesia pun kian meningkat. Pada tahun 2020, nilai perdagangan industri halal di Indonesia mencapai angka US$ 3 miliar atau setara dengan Rp.14.000/USS$0 melalui tren yang terus meningkat.

Wimboh menuturkan bahwa, enam tantangan industri keuangan syariah RI bisa kamu ketahui dari informasi di bawah ini.

6 Tantangan Industri Keuangan Syariah Republik Indonesia Ini Perlu Kamu Ketahui

1. Pangsa Pasar atau Market Share

Market Share
Ilustrasi. | @pressfoto – FREEPIK

Industri jasa keuangan syariah masih memiliki pangsa pasar atau market share yang relatif kecil, yaitu senilai 9,90% dari aset industri keuangan nasional. Dalam hal ini, industri keuangan syariah harus mampu menyediakan kebutuhan keuangan dalam pengembangan industri halal serta pengembangan Lembaga Keuangan Syariah.

2. Modal Masih Terbatas

Modal keuangan syariah
Ilustrasi. | @jcomp – FREEPIK

Perlu kamu ketahui bahwa sampai saat ini, industri keuangan syariah RI masih memiliki permodalan yang terbatas dibandingkan dengan keuangan nasional. Hanya ada 6 bank syariah yang memiliki modal inti di bawah Rp.2 triliun dari total 14 bank umum syariah bulan Desember 2020.

3. Tingkat Literasi Keuangan Syariah di Indonesia Masih Rendah

Kampus-Swasta-Murah
Ilustrasi.| goodscoop.id

Tingkat literasi masyarakat terhadap industri keuangan syariah di Indonesia masih rendah, hal ini terbukti dari mereka yang belum terlalu memahami prosedur serta sistem yang dimiliki jasa keuangan syariah sendiri.

Menurut data, tingkat literasi ini hanya ada sekitar 8,93% dibandingkan data nasional sebesar 38,03%. Sementara itu, Indeks Inklusi Keuangan Syariah juga hanya sebesar 9,1% dibandingkan dengan indeks nasional sebesar 76,19%. Dalam artian, tingkatan literasi keuangan syariah di Indonesia masih tertinggal sangat jauh dan memerlukan peningkatan yang lebih signifikan.

4. Terbatasnya Sumber Daya Manusia di Industri keuangan Syariah

Ahli ekonomi syariah
Ilustrasi. | @ktasimar – FREEPIK

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, masyarakat masih belum terlalu paham terkait sistem keuangan syariah yang membuat sumber daya di bidang ini masih tergolong sedikit. Sedangkan, industri keuangan syariah sangat membutuhkan seseorang yang handal dan memiliki kompetensi tinggi di bidang perbankan syariah.

5. Kompetisi Produk dan Layanan Keuangan Syariah Belum Maksimal

Kartu-kredit

Jika dibandingkan dengan keuangan konvensional, tentu sangat jauh berbanding terkait diversifikasi produk serta layanan yang diberikan oleh keuangan syariah. Padahal, hal ini sangat krusial dan menjadi faktor penarik minat masyarakat untuk bisa memahami serta menggunakan industri keuangan syariah.

6. Rendahnya Research and Development dalam Pengembangan Produk dan Layanan Syariah Secara Inovatif

Rendahnya riset dan pengembangan syariah
Ilustrasi. | @sebdeck – FREEPIK

Di tengah kondisi tersebut, terbentuknya PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), beserta bank hasil merger tiga bank syariah BUMN, yaitu PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah, diharapkan mampu mengakselerasi perkembangan industri keuangan syariah, baik di Indonesia maupun regional dan global.

Untuk bisa mencapai hal itu, lembaga keuangan syariah harus memiliki infrastuktur yang lengkap dan kuat terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar bisa mendukung peningkatan competitiveness dengan skala ekonomi besar, cakupan produk luas dan bervariasi, serta masrket share yang tinggi.

Beberapa infrastruktur yang perlu dipersiapkan adalah kehandalan terkait teknologi informasi, SDM yang berkualitas, produk dan layanan berkualitas serta bervariasi, dan memiliki harga yang terjangkau.

Rencana besar yang diharapkan itu nyatanya sudah mulai terwujud dengan kehadiran BSI atau Bank Syariah indonesia yang mendapatkan sambutan baik dari masyarakat. Kelahiran BSI ini memerlukan penyusunan rencana bisnis yang detail untuk pelaksanaan jangka menengah panjang dari program kerja mulai tahun 2021-2025 mendatang.

Rencana bisnis BSI ini tentunya harus disertai dengan target yang jelas, karena OJK maupun masyarakat tengah menunggu program serta target itu sendiri.

Apalagi jika BSI fokus terhadap pembiayaan sektor UMKM dan Mikro yang terintegrasi dengan ekosistem pengembangan ekonomi syariah, tentunya BSI harus dengan cepat mencapai tingkat competitiveness tinggi dalam cakupan produk serta market share yang lebih luas dan besar lagi.

Kelahiran BSI merupakan salah satu perwujudan dari Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) tahun 2021-2025 dalam pengembangan lembaga keuangan dan ekosistem syariah di Indonesia.

Sehingga, OJK akan terus konsisten dalam mendorong penguatan kelembagaan jasa keuangan syariah dengan mengedepankan keunggulan, diferensiasi produk dan penguatan permodalan, SDM, IT yang mutakhir. Sampai akhirnya bisa mewujudkan satu ekosistem pengembangan keuangan dan ekonomi syariah yang terintegrasi dari sisi manapun.

Itulah informasi mengenai enam tantangan yang dimiliki oleh industri keuangan syariah di Indonesia agar bisa bersaing dengan industri keuangan konvensional.

Tentunya, dukungan dan kerjasama darimu sangat penting dalam proses pengembangan industri keuangan syariah ini, lho.